Pengertian Pertanian Organik
Jumat, 03 Mei 2013
0
komentar
Ketika saya pergi ke Desa Sukatani Kecamatan Pacet, saya menemui seorang aktivis di kalangan masyarakat Desa Sukatani tersebut. Sebut saja Pak Komar. Beliau sudah menekuni pertanian sejak awal era pemerintahan orde baru. Beliau menceritakan kepada saya bahwa pertanian organik kini memiliki pangsa pasar yang sangat tinggi. Sebagai contoh, sayuran horinso yang biasa ditanam dihargai oleh tengkulak sebesar Rp5.000,-/kg. sedangkan sayuran horinso yang organik – artinya bebas pestisida residu – dihargai Rp30.000,-/kg. Memang sangat jauh perbedaan harganya. Pasarnya pun tidak lagi local, melainkan supermarket dan retail-retail besar seperti Carrefour, Giant, Hypermart dan Lottemart. Namun, dari sisi penawaran, para petani sayuran di Desa Sukatani ini enggan untuk memproduksi sayuran organik. Ketika saya bertanya mengapa demikian, maka beliau menjawabnya sambil memberikan senyuman khasnya, “Memang pasar organik, khususnya untuk komoditi sayuran sangat tinggi permintaannya. Akan tetapi, petani mana yang saat ini bisa mempertahankan pertumbuhan sayuran yang ditanamnya sampai panen tanpa ada gangguan hama?” beliau juga menambahkan, “Seharusnya pemerintah menggalakkan program pelatihan organik ini di desa-desa penghasil sayuran, agar kesejahteraan para petani sayuran bisa meningkat!”
Saat saya berbicara dengan Pak Komar, anaknya yang kini berusia 22 tahun – yang tidak ingin melanjutkan sekolah karena turut membantu keseharian Pak Komar di kebun – datang dengan peluh masih bercucuran. Dia melempar senyum seraya memperkenalkan dirinya, “Sukandi, Pak!” katanya sambil menjabat tangan saya. Lalu dia pun ikut duduk dan bergabung dalam pembicaraan hangat saya dengan ayahnya tentang pertanian organik.
Bagaimana Petani Sayuran Memandang tentang Pengertian Pertanian Organik?
Ketika saya bertanya kepada Sukandi tentang apa itu pertanian organik, dia menjawab dengan penuh keyakinan, “Pertanian organik itu, bebas pestisida dan bebas pupuk kimia!” katanya mantap. “Akan tetapi, sangat susah merawat cabe kalo tanpa pupuk kimia dan mustahil merawat phak-choy tanpa pestisida kimia”, lanjutnya menambahkan. Dalam pembicaraan kami bertiga, dari kalangan keluarga petani sendiri sudah mengetahui dan bahkan menyadari bahayanya penggunaan pupuk kimia dan juga pestisida. Senyawa kimia akan meninggalkan residu pada sayuran yang dipanen. Beberapa senyawa kimia tidak larut dalam air dan hal itu bisa termakan oleh manusia yang mengkonsumsinya.
Meskipun demikian, mereka lebih sulit untuk melakukan pertanian organik karena produksi organik ternyata tidak sampai 30% dari produksi normal. Artinya, katakanlah bila pendapatan petani saat panen dengan menanam secara kimia sebesar Rp1.000.000,- maka dengan sistem organik, pendapatan hanya menghasilkan Rp300.000,- per siklus panen. Hal ini memang hanya akan dialami saat awal-awal produksi saja sekitar 2 sampai 3 tahun. Karena pertanian organik memerlukan proses recovery mineralisasi dari struktur tanah yang bekas dari penanaman pertanian konvensional yang tentu saja menggunakan pupuk dan senyawa kimia. Para petani itu keberatan bila harus bertahan selama 2-3 tahun untuk memulihkan kondisi tanah mereka. Sementara, lahan itu saja satu-satunya yang kini menjadi tulang punggung perekonomian dalam keluarga mereka.
Related Post :
Post A Comment
Description
: Pengertian Pertanian Organik
Rating
: 4.5
Reviewer
: Unknown
ItemReviewed
: Pengertian Pertanian Organik